Setiap kira-kira jam 3 sore, kami sering duduk di pinggir jalan yang menghubungkan Simpang Galon Meunasah Blang Brieuen dengan desa Blang Rheum. Blang Rheum adalah desa seberang bukit Cet Gon Bhan sebagai desa yang paling rawan dilintasi anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) karena berada di sisi peguningan. Selaku muda-muda lajang, apa lagi yang kami lakukan selain menumpang nongkrong di sebuah warung dengan rokok sebatang di tangan. Hampir setiap hari setiap waktu yang telah saya sebutkan melintas dengan cepat sepeda motor Honda GL-Pro yang dikendarai pemuda tinggi 180cm dengan perawakan tampan, badan tegap, bahu kekar dibungkus kulit kuning langsat. Jambang lebat namun pendek sangat kontas dengan warna kulit wajah menambah sangar ketampanannya.
Setiap setelah pemuda itu melesat ke arah kota Bireuen, kami sudah boleh kembali ke rumah. Ibu-ibu sudah bisa mencari-cari bocah mereka yang sedang bermain di rumah-rumah tetangga untuk diboyong masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu dengan rapat. Kaum ayah yang kebetulan hendak berangkat ke pasar bila ditengah perjalanan menemukan GL-Pro melesat kencang, sudah boleh mengurungkan niat dan balik kanan kembali ke rumah. Para pemuda yang sedang menikmati secangkir kopi hitam kental yang baru diteguk setengah cangkir meski telah berlalu dua jam dihidangkan, sudah boleh bergegas mengeluarkan seribu rupiah dari saku dan menghirup habis sisa setengah cangkir lagi dalam satu tegukan lalu bergegas kembali ke rumah. Pemilik warung sudah harus segera mengemaskan barang dan menutup usaha untuk sementra. Sebab, selalu begitu, paling lama dua Puluh Menit setelah Madona melesat ke arah kota, pastilah mengudara dengan keras beberapa suara tembakan senjata berjenis Colt Revolver R1. Selanjutnya satu menit setelah dua atau tiga bunyi senjata yang dipatenkan Samuel Colt pada 1863 itu, berkejar-kejaran, seolah saling mendahului bunyi bunyi senjata mesih lasar panjang seperti M-16, dll. Saat riuh-riuh itu, semua kendaraan mengarah pada satu tujuan, menjauhi kota Bireuen; tidak peduli jalan masuk-jalan keluar, tak urus, lampu merah maupuh hijau. Kondisi ini persis seperti setiap ada isu air naik (tsunami) yang tersiar hampir setiap hari setelah 2004.
Menurut berita yang disampaikan radio bergigi, Madonna pernah menabrak seorang balita. Pastilah balita itu tewas seketika. Bukankah kecepatan minimum dia melajukan kendaraannya adalah 100km/jam.
Madonna adalah warga desa kami. Desa kami memang sudah "digaris merah" oleh aparat. Artinya salah-satu desa yang paling banyak dialamati anggotaGAM. Biasanya pemuda-pemuda dan kaum ayah yang mengantongi KTP desa "garis merah" akan lebih kesulitan bila setia ada razia KTP yang biasanya sering dilakukan di pasar, kendaraan, atupun setiap aparat melakukan operasi militer ke desa-desa.
Madonna sudah beberapa kali meminta dana perjuangan kepada seorang janda kaya di salah-satu desa di Bireuen. Berulang-kali pula janda itu menolak memberikan. Hingga suatu waktu wanita itu meminta Madonna datang sendiri ke rumahnya untuk menjemput dana yang dimintakan. Wanita umur 35-an itu memintanya untuk tidak membawa senjata laras panjang dengan alasan takut ketahuan aparat.
Madonna-pun datang pada jam 3 siang. Setelah GL-Pro-nya melintas dari arah Blang Rhem-Simpang Galon, dia berbelok ke kiri. Motornya tetap melaju kencang. Tiba-tiba dari sebuah lorong kecil keluar mobil Kijang Minibus bewarna hitam pekat. Awalnya Madonna tidak menyadari ada mobil yang mengejarnya dari belakang. Setelah bunyi tembakan M-16 dari belakangnya, melesatlah peluru melintasi sebelah kanan bahunya, barulah dia menoleh ke belakang. Sadar mobil yang dilihatnya adalah milik Brimob, maka dia semakin mengencangkan laji kendaraannya. Sambil mengendarai motor dengan tegang, dia memutar otak mencari jalanan yang bisa membuatnya lolos. Dia terus mejalu hingga menemukan sebuah persimpangan sebelah kanan. Dengan gesit diapun masuk ke jalan kecil itu. Kijang di belakangnya terus mengajar.
Sial bagi Madonna, dia hanya mengantongi Colt. Padahal kadang-kadang dia turut membawa AK-47 bersamanya yang diselipkan dipunggungnya dan ditutupi jaket tebal bewarna hitam.
Madonna terus berpikir cara untuk lolos.
Aku harus memperkirakan jumlah mereka di dalam mobil itu. Aku harus mencari cara agar mereka dapat keluar. Pikirnya sambil terus melesat kencang.
Melintasi jalanan di perkampungan, Madonna menemukan rel kereta api yang masih baru dibangun. Kata Ayahku, rel kereta api adalah proyek yang didanai asing dengan perhitungan anggaran Rp. 1 Milyar per km. Tentu saja perkiraan ini tanpa menempuh obserfasi yang realistis. Mungkin perhitungan anggaran sebesar ini dengan dugaan menimbun rawa atau sawah. Padahal para pemangku kebijakan hanya perlu menambah kerikil setelah mencabuti rel lama, memasang rel baru dan siap pakai. Anggaran Rp. 1 Milyar untuk tiap km-nya tentu saja sangat berlebihan.
Ayahku mengatakan proyek pembangunan rel kereta api itu adalah kesepakatan Gubernur waktu itu dengan asing. Dan memang nyatanya setelah Gubernur itu diturunkan dari jabatannya. Dia diturunkan akibat tersandung kasus, yang menurut ayahku dia terlalu ceroboh dalam "bermain". Ayah bilang dia bodoh dengan "bermain-main" dengan aparat. "Masak uangnya aparat dihajar juga." kata Beliau.
Rel dipasang mulai dari stasiun lama di depan markas TNI Bireuen terus ke arah timur. Rel yang terpasang waktu itu baru sampai kota Lhokseumawe. Saat itu pasir belum terlalu cukup. Dengan kondisi begitulah Madonna memutar kendaraannya memasuku rel setelah terjebak di desa Cureh. Di antara kedua sisi rel itu dia masih mampu memacu kendaraannya dengan kencang. Tentu saja Brimob itu tak bisa mengejar. Merekapun semuanya berhamburan keluar.
Meleset dari yang dia duga sebelumnya. Jumlah mereka ternyata tujuh. Dia kira enam. Tapi Madonna sudah keburu mencampakkan motornya di bantalan rel. Dia lari ke semak-semak. Aparat itu terus mengejarnya dengan sangat waspada. Tersembunyi di balik dedaunan pohon, Madonna dadat menembak mati satu-persatu aparat tanpa kewalahan. Namun sayang, Colt-nya hanya punya enam peluru. Naas bagi Madonna...
Seorang aparat yang tersisa menyadari Madonna kehabisan peluru langsung meloloskan diri ke semak-semak seberang rel. Dia sadar senjata digunakan Madonna adalah Colt yang isinya enam peluru. Lama dia bersembuni di semak menunggu apakah Madonna sedang mengisi ulang peluru atau dia membawa senjata lainnya.
Lama menunggu tak ada tanda apapun, aparat yang tinggal seorang itu memberanikan diri menyeberang rel menyusuri semak ke arah Madonna dia perkirakan berada. Tiba-tiba dia menemukan pria berkaos putih itu nyaris terbaring menyamping dengan siku kanan dijadikan tempat bertumpu. Dia terlihat sedang menyeret-nyeret bubuhnya. Ternyata paha kiri anggota GAM itu telah tertembak. Dari balik jeansnya keluar darah terus-menerus. Tanpa menghiraukan wajah Madonna yang sedang merintih kesakitan, aparat Brimob langsung menghujamkan peluru M-16 nya. Satu ke perut dan satunya lagi ke kepala.
Berita tentang tewasnya Madonna disebarkan harian "Serambi Indonesia" keesokan harinya. Aku terkagum mendenngar cerita tentang caranya tewas. Dia sangat heroik. Kalau saja ini bukan kisah nyata tapi berada dalam adegan film Hollywood, maka dapat kupastikan Madonna akan dapat melumpuhkan Brimob yang seorang lagi itu.
Duh, salah seorang anggota GAM yang paling ditakuti dan paling dicari aparat ternyata tewas karena dijebak seorang janda. Aduh!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar